PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI TURKI USMANI
Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifahan
yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan
Eropa. Bangsa Turki memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan
peradaban Islam. Peran yang menonjol terlihat dalam birokrasi pemerintahan yang
bekerja untuk para khalifah Bani Abbasiyah. Kemudian mereka sendiri membangun kekuasaan
yang sekalipun independen, tetapi masih tetap mengaku loyal kepada khalifah
Bani Abbasiyah. Hal tesebut ditunjukan dengan munculnya Bani Saljuk (1038-1194
M).
Independensi dari khalifah Abbasiyah mulai
ditunjukkan secara lebih jelas oleh Dinasti Danisymandiyah (1671-1177 M) dan
Qaramaniyah (1256-1483 M). Setelah hancurnya Baghdad di tangan bangsa Mongol,
orang-orang Turki semakin mempertegas kemandirian mereka dalam membangun
kekuasaannya sendiri, seperti yang dilakukan oleh Turki Usmani (1281-1924 M).
Bahkan pengaruh dinasti tersebut menjangkau wilayah yang sangat luas, termasuk
Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara.
Munculnya dinasti Usmani di Turki terjadi pada
saat dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari
pemerintahan Abbasiyah (kira-kira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun telah ada
kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian barat
Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi sejak abad ke-9. Pada
abad itu muncul berbagai dinasti seperti Bani Aghlab di Kairawan (800-909 M),
Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani
Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M).
Kerajaan Usmani (Ottoman) berkuasa secara
meluas di Asia Kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada
tahun 1306 M. Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Usmani I (1290-1326
M), pendiri kerajaan ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922.
Diantara negara muslim, Turki Usmani yang
dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada
masa Sultan Usman, orang Turki bukan hanya merebut negara-negara Arab, tetapi
juga seluruh daerah antara Kaukasus dan kota Wina. Dari Istambul ibu kota
kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar Laut tengah dan berabad-abad lamanya, Turki merupakan faktor penting dalam
perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat.
Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifahan Islam yang mempunyai
pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.
A. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN USMANI
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari
kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam
jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turikistan kemudian Persia
dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau sepuluh, ketika mereka menetap di
Asia Tengah.
Di bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke
daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka,
orang-orang Turki Saljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.
Di bawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan
diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang
melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan.
Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang
berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan
memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.
Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan
Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian
terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmani kemudian menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah,
kerajaan Usmani dinyatakan berdiri.
Penguasa pertama adalah Usman yang disebut
juga dengan Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah
Al-Usman (Raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M) setapak demi setapak
wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium
dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Turki Usmani.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M)
Turki Usmani dapat menaklukkan Azumia (1327 M), Tasasyani (1330 M), Uskandar
(1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian bumi
Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain
memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua
Eropa. Ia dapat menaklukan Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh
wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan
ini ke Eropa, Paus mengobarkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini
dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M)
pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut.
Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.
Turki Usmani mencapai kegemilangannya pada
saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di
Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M)inopel pada tahun 1453 M.
Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat
ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki Usmani pada masa pemerintahan
Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, sang penakluk. Telah berulang kali
pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi
selalu gagal karena kokohnya benteng di kota tua itu.
Dengan terbukanya kota Konstantinopel sebagai
benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi
Turki Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam
oleh Turki Usmani karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini,
bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.
Akan tetapi, ketika Sultan Salim I (1512-1520
M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan
Persia, Syiria dan diansti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim ini
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Sulaiman berhasil
menundukan Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budhapest dan Yaman. Dengaan
demikian, luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanun
demikian, luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni
mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir,
Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Ya, Tunis dan Aljazair di
Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.
Setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia,
terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya yang menyebabkan kerajaan
Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun mengalami kemunduran, kerajaan ini
untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama
dalam bidang militer.
Kerajaan Turki Usmani yang memerintah hampir
tujuh abad lamanya (1299-1294 M), diperintah oleh 38 Sultan.
Kerajaan Turki Usmani dialami pada abad ke-16,
ketika Dinasti Turki Usmani mencapai kejayaannya sehingga daerah kekuasaannya
itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang kota Wina di
Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat.
Penduduk dinasti Tuurki Usmani terdiri dari bangsa Eropa yang berasal dari
Hongaria dan bahkan yang beragama Nasrani dan mereka ini pula yang melanjutkan
pengaruh barat menjangkit kepada minoritas Turki yang ada di tempat itu.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan
Turki Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula
oleh kemajuan dalam berbagai bidnag kehidupan, termasuk dalam aspek
peradabannya.
B. PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL
Konstantinopel adalah ibu kota Bizantium dan
merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat
ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki Usmani pada masa pemerintahan
Turki Usmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih
artinya sang penakluk. Telah berkali-kali pasukan kaum muslimim sejak masa
dinasti Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena
kokohnya benteng-benteng di kota tua itu. Baru pada tahun 1453 kota itu dapat
ditundukkan.
Sultan mempersiapkan penaklukkan terhadap kota
Konstantinopel dengan penuh keseriusan. Dipelajari penyebab kegagalan dalam
penaklukkan-penaklukkan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagaimana
para pendahulunya. Ia terlebih dahulu membereskan wilayah-wilayah yang
membangkang di Asia Kecil. Datanglah kesempatan yang dinanti-nanti, yakni
ketika Kaisar Konstantinopel IX mengancam Sultan untuk membayar pajak yang
tinggi kepada pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut, maka akan
diganggu kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu Sulaiman.
Ancaman tersebut dihadapi dengan kebulatan tekad, yakni dengan membuat
benteng-benteng itu di bangun untuk melindungi dan mengawasi rakyatnya yang
lalu lalang ke Eropa melalui wilayah Bosporus itu.
Konstantinopel akhirnya dapat dikepung dari
segala penjuru oleh pasukan Sultan Muhammad II yang berjumlah kira-kira 250.000
di bawah pimpinan Sultan sendiri. Kaisar Bizantium meminta bantuan kepada Paus
di Roma dan raja-raja Kristen di Eropa, tetapi tanpa hasil, bahkan ia di cemooh
oleh rakyatnya sendiri karena merendahkan martabatnya. Raja-raja di Eropa juga
tidak ingin membantunya karena mereka masih dalam perselisihan yang belum
terselesaikan. Hanya pasukan Vinicia yang ingin membantu karena memiliki
kepentingan dagang di wilayah Usmani. Tentara Vinicia itu merintangi kapal-kapal Usmani dengan merentangkan rantai besar di selat Busporus. Sultan tidak
kehilangan akal, dinaikkanlah kapal-kapal itu di daratan dengan menggunakan
balok-balok kayu untuk landasannya dan berhasil memindahkannya ke sisi barat
kota. Maka terperanjatlah pasukan Bizantium dengan strategi Sultan yang telah
mengepung kota selama 53 hari. Dalam masa itu, meriam-meriam Turki di muntahkan
ke arah kota dan menghancurkan benteng-benteng dan dinding-dindingnya sehingga
menyerahlah Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453.
Dalam pertempuran itu Kaisar mati terbunuh dan
Konstantinopel jatuh ke tangan Usmani. Sultan Muhammad II memasuki kota
kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul, dan menjadikannya
sebagai ibu kota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia menjadi masjid dan
disamping itu, ia membangun masjid dengan nama masjid Muhammad sebagai peringatan bagi keberhasilannya dalam menundukkan kota itu.
Dengan jatuhnya Konstantinopel, pengaruhnya
sangat besar bagi Turki Usmani. Konstantinopel adalah kota pusat kerajaan
Bizantium yang menyimpan banyak ilmu pengatahuan dan menjadi pusat agama
Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada Usmani. Dari segi letak kota itu sangat strategis karena
menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Penaklukan
kota ita itu memudahkan mobilisasi pasukan dari Anatolia ke Eropa.
Walaupun para Sultan Usmani setelah Sulaiman
yang Agung pada umumnya lemah, tetapi serangan terhadap Eropa masih berlangsung
terutama untuk menaklukkan kota Wina di Austria. Kota Wina itudikepung
berkali-kali, tetapi tidak dapat ditaklukkan. Yang akhir kali kota Wina di
Austria itu dikepunga oleh pasukan Usmani pada tahun 1683, namun tanpa hasil
yang memuaskan.
C. PERADABAN ISLAM DI TURKI
Sejak masa Usmani bin Arthagol (1299-1326 M)
yang dianggap pembina pertama kerajaan Turki Usmani ini dengan nama imperium
Ottoman, timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam. Turki membawa
pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke Eropa. Kemajuan
lainnya antara lain dalam bidang militer dan pemerintahan, bidang militer dan
pemerintahan, bidang ilmu pengetahuan dan budaya serta dalam bidang keagamaan.
Dalam perkembangannya Turki cukup berpengaruh dalam bidang peradaban Islam
dengan corak peradaban yang khas. Pengaruh budaya tersebut sampai ke berbagaai
wilayah Turki Usmani yang wilayahnya begitu luas dalam dunia Islam.
1. Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa
pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan
ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Usmani
sehingga mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan
politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan
ekspansi itu. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan,
ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja.
Kekuatan militer kerajaan ini mulai
diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan
Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategis tempur militer Usmani
berlangsung dengan baik. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan
sangat berarti bagi pembaruan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukan
sebagaai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masil kecil disarankan dan
dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah.
Pasukan inilah yang dapat mengubah
kerajaan Usmani menjadi mesin perang yang paling mengubah kerajaan Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukkan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses.
Disamping Yenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal
yang dikirim kepada pemerintahan pusat. Pasikan ini disebut
tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena
memiliki peran yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad
ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer
Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat
luas, baik di Asia, Afrika, maupun di Eropa. Faktor utama yang mendorong
kemajuan di lapangan militer ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang
bersifat militer, berdisiplin dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini
merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut di barengi dengan terciptanya
jaringan pemerintah yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas,
sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham
(perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah
tingkat I. Dibawahnya terdapa beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah
(bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negera, di masa Sultan Sulaiman
I di susun sebuah kitab undang-undang (Qanun). Kitab tersebut diberi nama
Multaqa Al-Abhur yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai
datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat
berharga ini, di ujung namanya di tambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.
Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa
dinasti Turki Usmani mampu membawa Turki Usmani menjadi sebuah negara cukup
disegani pada masa kejayaannya.
2.
Bidang Ilmu
Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam
peradaban, diantaranya adalah peradaban Persia, Bizantium dan Arab. Dari
peradaban Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata
krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak
mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi,
sosial, kemasyarakatan dan ilmuan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani
yang dikenal bangsa yang senang dan mudah berasimilasi yang dikenal dengan
bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
Sebagai bangsa berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang
ilmu pengetahuan mereka tampak tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam
khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki
Usmani.
3.
Bidang
Kebudayaan
Dinasti Usmani di Turki, telah membawa peradaban Islam menjadi
peradaban yang cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki
Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16,
17 dan 18.
Antara lain abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’
(1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya
sastra Kaside yang mendapat tempat dihati para Sultan.
Diantara Penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana
Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1712 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi
Musahif Mustafa, salah seorang menteri
Persia dan ilmu-ilmu agama. Yusuf Nabi menunjukan pengetahuannya
yang luar biasa dalam puisinya. Menyentuh hampir semua persoalan-agama,
filsafat, roman, cinta, anggur dan mistisisme- ia juga membahas biografi,
sejarah, bentuk prosa, geografi dan rekaman perjalanan.
Dalam bidang sastra prosa kerajaan Usmani melahirkan dua tokoh
terkemukan yaitu Ktip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari semua
penulis adalah Haji Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya
terbesarnya Kasyf Az-Znun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun, sebuah presentasi
biografi penulis-penulis penting di berbahasa Turki, Persia dan Arab, ia pun
menulis buku-buku yang lain.
Salah seorang penyair diwan yang paling terkenal adalah Muhammad
Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M).
Adapun di bidang pengembangan seni arsitektur islam, pengaruh Turki sangat
dominan misalnya bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti masjid
Al-Muhammadi atau masjid Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid Agung Sultan Sulaiman
dan masjid Aya Shopia yang berasal dari sebuah gereja.
Pada masa Sultan Sulaiman, di kota-kota besar
dan lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan,
saluran air, villa dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan
itu di bangun di bawah koordinator Sinan, seoarDisebutkan bahwa 235 buah dari
bangunan itu di bangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal
Anatolia.
Dalam hal pembangunan dan seni arsitek, Turki
Usmani telah menghasilkan keindahan-keindahan yang tinggi nilainya dan bercorak
khusus, sehingga membedakan dengan peradaban dan kebudayaan daulah Islam
lainnya.
4. Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama
merupakan sebuah faktor penting dalam transformasi sosial dan politik seluruh
masyarakat. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri
sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.
Ulama memiliki peranan penting dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti sebagai
pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema
keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum
kerajaan bisa tidak berjalan.
Kehidupan keagamaan pada masyarakat Turki
Usmani mengalami kemajuan, termasuk dalam hal ini adalah kehidupan tarekat.
Tarekat yang berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua
tarekat ini banyak dianutoleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi
memiliki pengaruh yang sangat dominan di kalangan Yenisseri, sehingga mereka
sering disebuttetara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari
para penguasa dalam mengimbangi Yenisseri Bektasyi.
Kajian mengenai ilmu-ilmu keagamaan Islam,
seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami
perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu
faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul Hamid
misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu
mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintahkan
kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Husun Al-Hamidiyah
(benteng pertahanan Abdul Hamid), yang mengupas tentang masalah ilmu kalam,
untuk melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan
dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis
buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap
karya-kayUlama hanya menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah
(semacam catatan) terhadap karya-karya klasik.
Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak
berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa.
Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa
Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi,
kerana dalam bidang peradaban dan kebudayaan di bawah kemajuan politik, maka
negeri-negeri yang sudah ditaklukkan itu akhirnya melepaskan diri dari
kekuasaan pusat dan perjalanan dakwah belum berhasil dengan maksimal.
D. KEMUNDURAN TURKI USMANI
Setelah Sulatn Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566
M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase kemunduran. Akan tetapi,
sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak
langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Sultan Salim II
(1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut
kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang berdiri dari angkatan laut
Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus dang sebagian kapal
para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto
(Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki Usmani mengalami kekalahan yang
mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya,
Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Pada masa Sultan Murad III (1574-1595 M)
kerejaan Usmani pernah berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di laut
Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukan
Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur
Bosnia pada tahun 1593 M.
Namun, karena kehidupan moral Sultan yang
tidak baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika
pemerintahan dipegang oleh para Sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III
(1595-1603 M). Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul
kerajaan Usmani.
Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M) situasi
semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (1817-1623 M). Karena gejolak politik
dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan fatwa agar
ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pada masa Sultan Ibrahim (1640-1648 M)
berkuasa, orang-orang Vinetia melakukan peperangan laut melawan dan mengusir
orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Pada tahun 1699 M
terjadi Perjanjian Karlowith yang memaksa Sultan untuk menyerahkan
seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsbrug. Dan
Hemenietz, Podolia, Ukraina, Morea dan sebagian Dalmatia kepada
orang-orang Vinetia.
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan
armada kerajaanUsmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara
Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang
segera mengkonsolidasi kekuatannya.
Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan
Abdul Hamid (1774-1789 M) seorang Sultan yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari Rusia yang diberi
nama Perjanjian Kinarja di Kutcuk Kinarja. Isi perjanjian itu antara
lain:
1) Kerajaan Usmani harus menyerahkan
benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada
armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan laut Hitam dengan laut
Putih.
2) Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman
(Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di
kerajaan Usmani pada akhir-akhir keberadaan dinasti Turki Usmani. Akhirnya satu per satu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai
kerajaan ini memerdekakan diri. Bahkan beberapa daerah di Timur Tengah mencoba
bangkit memberontak. Di Mesir dinasti Mamalik akhirnya melepaskan diri di bawah
Ali Bey tahun 1770 M. Di lebanon dan Syiria, Fakhruddin seorang pemimpin Druze,
berhasil menguasai Palestina, dan tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam
Damaskus. Di Persia kerajaan Safawi juga mengadakan perlawanan terhadap Usmani.
Dan Arabia juga bangkit melepaskan diri dari Usmani dengan aliansi antara
Muhammad bin Abdul Wahab dengan penguasa lokal Ibnu Sa’ud pada awal paruh kedua
abad ke-18 M.
Dengan demikian, pemberontakan-pemerontakan
yang terjadi di kerajaan Usmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan
hanya terjadi di daerah-daerah yang tidak beragama Islam seperti di wilayah
Eropa Timur, tetapi juga terjadi di daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
Gerakan-gerakan sparatisme terus berlanjut
hingga pada abad ke-19 dan 20. Ditambah dengan munculnya gerakan modernisasi
politik di pusat pemerintahan, kerajaan Usmani akhirnya berakhir dengan
berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M, dan mengangkat Mustafa Kamal
Ataturk sebagai presiden pertama di Republik Turki. Dalam percaturan politik
selanjutnya Turki tidak begitu memiliki pengaruh yang dominan bahkan orang
Eropa menyebutnya The sick man of the Europa (si sakit yang ada di Eropa).
Menurut Dr. Badri Yatim, M.A. bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduran
adalah sebagai berikut.
1) Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat
luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan
kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi
menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang
terus-menerus dengan berbagai bangsa.
2)
Heteroginitas
penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah
yang sangat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman
di Asia. Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika. Bulgaria, Yunani
Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu
didiami oleh penduduk yang beragama, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun
adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragama dan tersebar di wilayah
yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur.
3) Kelemahan para penguasa
Sepeningggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani
diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam
kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak
pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi parah.
4) Budaya korupsi
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam
kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus
“dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut.
Budaya korupsi ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat
pemerintahan semakin rapuh.
5) Pemberontakan tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh
kuatnya tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau
tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Yenisseri terjadi sebanyak empat
kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M.
6) Merosotnya perekonomian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian
negara merosot. Pendapatan berkurang, semetara belanja negara sangat besar,
termasuk untuk biaya perang.
7) Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu
dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer.
Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi
menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa
yang lebih maju.
Karena faktor-faktor tersebut, Turki Usmani
menjadi lemah dan kemudian mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Pada
periode selanjutnya di masa modern, kelemahan kerajaan Usmani ini menyebabkan
kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim
yang dulunya berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di Timur
Tengah dan Afrika Utara.